Oktober 2014
A Blog about Travelling

Petilasan Tribuwana Tunggadewi terletak di desa Klinterejo, Kecamatan Sooko. Beliau adalah penguasa ketiga Majapahit yang memerintah tahun 1328-1351. Dari prasasti Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Peristiwa Penting Pada masa pemerintahan Tribuwana Tunggadewi dalam Pararaton adalah Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada saat dilantik sebagai rakryan patih Majapahit tahun 1334. Gajah Mada bersumpah tidak akan menikmati makanan enak (rempah-rempah) sebelum berhasil menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit.
Tribhuwana Wijayatunggadewi diperkirakan turun takhta tahun 1351 (sesudah mengeluarkan prasasti Singasari). Ia kemudian kembali menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga kerajaan. Tidak diketahui dengan pasti kapan tahun kematian Tribhuwana. Pararaton hanya memberitakan Bhre Kahuripan tersebut meninggal dunia setelah pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih tahun 1371. Menurut Pararaton, Tribhuwanotunggadewi didharmakan, dalam Candi Pantarapura yang terletak di desa Panggih.
sumber: http://disporabudpar.mojokertokab.go.id
no image
A Blog about Travelling
Keadaan medan Gunung Penanggungan tidak berbeda dengan gunung-gunung lain : datar, landai, miring, berbukit dan berjurang. Di kaki gunung, keadaan medannya landai sampai sejauh 2 km. Naik ke atas kemiringannya berkisar 30 - 40 derajat. Di bagian perut gunung agak curam, berkisar 40 -50 derajat sepanjang 1 km. Sampai di dada gunung, banyak jurang-jurang dengan kemiringan berkisar 50 -60 derajat; tanahnya berbatu sepanjang 2 km dari dada, leher sampai puncak gunung. Medannya amat curam, berbatu, licin dan kemiringannya berkisar 60 -80 derajat sepanjang 1,5 km. sampai di puncak, batu-batu padas nampak di sana-sini. Di puncak terdapat lembah, barangkali semacam kawah yang sudah tidak aktif lagi. Luasnya sekitar 4 ha. Tempat ini biasanya dimanfaatkan untuk base camp. Tempat yang nyaman untuk menikmati keindahan pada malam hari.
Dari kaki sampai lereng bawah Gunung Penanggungan berupa hutan lindung dengan jenis tanaman rimba seperti jempurit, kluwak, ingas, kemiri, dawung, bendo, wilingo dan jabon. Di bawah tegakan pohon-pohon raksasa ini, tumbuh tanaman empon-empon seperti kunir, laos, jahe dan bunga-bunga kecil. Lebatnya pepohonan menyebabkan udara di sini terasa lembab, sinar matahari tidak sepenuhnya menembus tanah. Sampai di lereng atas ditumbuhi cali-andra, yang bercam-pur dengan jenis Resap, Pundung dan Sono.Caliandra merah tampak men-dominasi, tumbuh lebat hampir menu-tup permukaan tanah, walaupun pertumbuhannya kerdil di tengah hamparan rumput gebutan. Demikian juga keadaan di puncak; hanya akar rumput gebutan yang mampu tumbuh menerobos kerasnya batuan padas Gunung Penanggungan.
Pada malam hari, udara di puncak berkisar sekitar 10 - 15 derajat sedangkan pada siang hari berkisar sekitar 15 - 25 derajat. Mengingat suhu seperti ini, maka untuk lebih amannya dari gangguan udara dingin, tiupan angin yang kencang dan hujan, para pendaki disarankan berlindung di dalam Gua Botol yang mampu menampung sekitar 15 orang. Gua ini baru saja diketemukan. Letaknya sekitar 500 m dari puncak Gunung Penanggungan menurun ke arah Barat. Pintu gua ada 2 buah. Satu lubang dari atas dapat tembus sinar matahari. Ruangan gua berbentuk L. Pintu menghadap ke Utara dan Selatan. Rongga gua lebih kurang 2 m.
Penanggungan, Miniatur Mahameru
Untuk mencapai puncak Gunung Penanggungan terdapat 4 (empat) arah pendakian yaitu via Trawas, Jolotundo, Ngoro dan via Pandaan. Bagi pendaki yang memilih start dari Desa Jolotundo dan Ngoro, di sepanjang jalan akan melewati candi-candi peninggalan purbakala. Yang memilih start dari Desa Trawas dan Pandaan hampir tidak menjumpai peninggalan purbakala.
1. Jalur Trawas
Untuk mencapai Trawas, dari Surabaya atau Dari Malang naik bis menuju Pandaan, naik lagi Minibus menuju ke Trawas. Selama perjalanan jalan yang dilalui sudah beraspal. Dari Desa Trawas,Mojokerto,kita menuju ke desa Rondokuning (6 km) dengan kendaraan roda 4 atau roda 2. Dari desa Rondokuning melewati jalan setapak hutan alam menuju \nke puncak Penanggungan dengan memakan waktu sekitar 3 jam. Sepanjang jalan, pendaki akan melihat pemandangan dari celah-celah lebatnya pohon kaliandra, puncak Gunung Bekel yang merupakan anak Gunung Penanggungan terlihat angker. Rumah-rumah penduduk, pabrik-pabrik, sawah-sawah terlihat di bawah.
2.Jalur Jolotundo
Untuk mencapai Jolotundo dari Trawas naik lagi minibus sekitar 9 Km. Desa Jolotundo merupakan salah satu desa yang berada dekat dengan puncak Gunung Penanggungan (6,5 Km). Pendakian lewat Jolotundo membutuhkan total waktu 3 jam. Perjalanan tidak melewati pedesaan, tetapi langsung menyusup ke dalam hutan alam. kemiringan medannya 40 derajat, melewati jalan
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Seloliman
setapak. Di kanan-kiri terdapat pohon-pohon besar. Hati-hati, di sekitar sini banyak jalan setapak yang menyesatkan.
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Seloliman
PPLH Seloliman Bila waktu memungkinkan, sempatkanlah mengunjungi PPLH Seloliman - Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Seloliman - yang terletak di Desa Seloliman Trawas. PPLH Seloliman, adalah Lemabaga Swadaya Masyarakat (NGO) yang bergerak pada penyadaraan masyarakat terhadap pentingnya wawasan lingkungan hidup melalui berbagai macam metode pendidikan. PPLH Seloliman juga menyediakan paket program ekowisata, salah satunya adalah pendakian gunung penanggungan, di pusat kampusnya juga terdapat cottage/bungalow yang disediakan untuk pengunjung. Saya sarankan anda membuat rencana kunjungan ke tempat ini sebagai salah satu paket wisata anda.
Setelah perjalanan memakan waktu 1 jam, hutan alam terlewati, berganti memasuki hutan caliandra yang amat lebat dengan jalan menanjak. Berjalan sekitar 30 menit pendaki melewati Batu talang, sebuah batu yang panjangnya 7 km tanpa putus, bersumber dari leher Gunung Penanggungan yang memanjnag seperti talang air menerobos hutan sampai ke Desa Jolotundo dan Desa Balekambang.
Dari Batu talang, terus menyusup hutan caliandra. Sekitar 300 m, sampailah di Candi Putri, sebuah candi peninggalan Airlangga yang berukuran 7x7x4 m dalam keadaan tidak utuh. Candi Putri ini dikelilingi oleh hutan caliandra yang sangat lebat. Dari Candi Putri, sekitar 200 m sampai di Candi Pure, yaitu sebuah candi yang berukuran 7x6x2 m terbuat dari batu andesit.
Dari Candi Pure, sekitar 150 m sampai di Candi Gentong. Disini terdapat meja. Candi gentong dan meja sebenarnya bukan candi, tetapi menurut masyarakat setempat dinamakan candi. Candi Gentong merupakan peninggalan kuno yang terbuat dari batu kali. Posisinya bersebelahan. Gentong terletak di sebelah Utara, meja terletak di sebelah selatan tetapi dalam 1 lokasi. Gentong berdiameter 40 cm bagian mulut dan 90 cm bagian perut, tebal 15 cm. Setengan badannya terpendam di dalam tanah. Sedangkan meja panjang 175 cm, lebar 100 cm dan tinggi 125 cm.
Setelah melewati Candi Gentong, perjalanan dilanjutkan menyusur ke atas. Lebih kurang berjalan 50 m sampai di Candi Shinto. Keadaan candi sangat memprihatinkan, panjang 6 m, lebar 6 m, tinggi 3 m, terletak di hutan wilayah RPH Seloliman. Setelah melewati hutan kurang lebih 300 m akan ditemui candi lagi, yaitu Candi Carik dan sekitar 300m Candi Lurah. Dan sampailah di puncak.
3.Jalur Ngoro
Untuk mencapai Ngoro bisa dari arah Pandaan atau dari Arah Mojokerto. Dari arah Pandaan naik minibus jurusan Ngoro sedangan dari arah Mojokerto naik minibus menju arah Ngoro. Desa Ngoro lebih mudah dicapai lewat Mojokerto karena terletak di tikungan jalan jurusan antara Japanan, Mojosari, Kabupaten Mojokerto; persisnya di kaki Gunung Penanggungan sebelah Utara. Dari desa Ngoro kita menuju ke desa Jedong (6Km) dengan kendaraan angkutan pedesaan lalu perjalanan di teruskan menuju dusun Genting sekitar 3 Km. Dari dusun Genting, pendaki naik ke atas memasuki hutan lindung, melewati jalan setapak menyusur ke atas, kemudian menurun dan melewati Candi wayang dan sekitar 2 km menuju puncak dengan medan yang sangat mi\nring antara 70 - 80 derajat. Jalur lewat desa Ngoro ini lebih sulit dibandingkan dengan jalur desa Jolotundo.
4.Jalur Pandaan
Untuk mencapai Pandaan sangat mudah karena terletak di Jalan yang di lintasi Bis Malang - Surabaya.
Pemanduan dan Perijinan
Untuk melakukan pendakian ke Gunung Penanggungan terlebih dahulu minta ijin di KPH Pasuruan. Untuk mencari pemanduan ke Gunung Penanggungan bisa di cari di PPLH Seloliman dan di sini tersedia penginapan. Sebaiknya sebelum melakukan pendakian perbekalan harus di sediakan secara baik serta Peta dan kompas harus di bawa karena lereng gunung yang curam serta banyaknya jalan bercabang menyebabkan mudahnya kita tersesat
no image
A Blog about Travelling
Sobat Travelling, Kali ini kita akan mengunjungi Masjid Agung Wisnu Manunggal, yang terletak 12 kilometer dari arah Kota Mojokerto atau tepatnya di Dusun Losari, Desa Pekukuhan, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto.
Sekilas bangunan masjid tampak seperti masjid pada umumnya, namun, ada yang beda. Yakni, di bawah bangunan masjid terdapat lorong-lorong yang berfungsi sebagai tempat ibadah warga sekitar. Bahkan, tidak sedikit tamu dari luar kota yang singgah ke masjid tersebut. Berkontempelasi atas keagungan Sang Khaliq, ternyata tidak hanya dilakukan di masjid. Seperti halnya Ki Imam Malik, pengasuh Ponpes Sambung Sari, Desa Pekukuhan, Mojosari yang memiliki cara berbeda. Yaitu dengan membuat goa.
Lorong-lorong goa sengaja dibuat untuk memperdalam kerohanian dan ketauhidan sebagai media pensucian hati. Sebelum masuk lokasi masjid, terlebih dulu kita harus melewati sebuah gapura lorong sebagai pintu menuju masjid, yang berdiri di sebelah timur bangunan induk. Pintu itu tembus ke bangunan masjid di sebelah utara rumah induk. Di samping timur rumah induk juga terdapat sebuah lorong yang hanya bisa dilewati satu orang, yang langsung menuju ke dalam perut bumi dengan kedalaman 5 meter hingga 7 meter.
“Kami menamakan lorong ini dengan sebutan Goa Muhammad. Lorong yang mengantarkan kita kepada ketauhidan,” ujar Imam Malik. Disebut “Goa Muhammad” karena memiliki kedalaman 7 meter. “Di bawah masjid ini memang sengaja dibangun sebagai media perenungan diri. Di lorong ini pula kami bersama para santri melakukan ritual kerohanian, termasuk ibadah salat lima waktu, berzikir, istighotsah, serta melakukan amalan ketaukhidan yang lain,” jelas Imam, panggilan Ki Imam Malik.
Itulah sebabnya hampir sepanjang dinding goa itu tertulis ratusan kalimah tauhid, seperti halnya lafad barjanji dan dziba’ yang terukir di dinding goa.
Dikatakan Imam, gua atau lorong di bawah masjid dibangun pada tahun 1995 oleh para santri pesantren bersamaan dengan pembangunan masjid, dan selesai pada tahun 1997. Saat masuk, pada lorong-lorong tidak sedikit pun terdapat cor beton yang terbuat dari semen. Bangunan itu hanya mengandalkan tanah pasir.
Lorong-lorong itu sengaja dibuat menuju ruang utama masjid dalam tanah. Dalam masjid tersebut kita akan melewati 7 sumur 2 sendang dan 5 musala. Dari masing-masing tempat tersebut diberi nama yang berbeda-beda. Seperti Pertapaan Pringgodani Lorong Kalimahsodo, Musala Peluru Sumur, serta Sendang.
“Biasanya para santri dan pengunjung mengambil air dari Sendang untuk dibawa pulang. Selain itu, di Sendang ini biasanya para santri melaksanakan meditasi,” papar Imam.
Setelah melalui lorong berkelok, baru kemudian memasuki ruang utama masjid bawah tanah yang terdiri atas tujuh pintu. Tujuh pintu atau lorong ini digunakan sebagai baris salat. Yaitu setiap pintu mampu menampung tujuh orang. Sehingga, sekali melaksanakan salat jamaah, masjid bawah tanah ini hanya mampu menampung 50 orang yang terdiri atas 49 makmum dan 1 sebagai imam.
Bangunan masjid di atas lorong terdiri atas dua lantai yang unik. Untuk membuat tingkat masjid, hanya menggunakan bambu sebagai penopang.
Sedangkan pada tiang ada yang terbuat dari ban bekas yang ditumpuk pada sisi luar masjid ini, dan terdiri atas tiga menara. “Salah satunya dinamakan Menara Bundar. Karena bentuknya yang bulat. Sedangkan untuk tempat wudhu terbuat dari ban yang ditumpuk bertuliskan huruf Arab,” ungkap Imam. Lebih jauh dia mengungkapkan, pada hari-hari tertentu biasanya masjid ini ramai dikunjungi umat muslim, seperti Bulan Suro dan malam Jumat Legi. Para pengunjung tidak hanya dari Mojokerto. Mereka juga datang dari beberapa kota di Jawa Timur seperti Surabaya, Sidoarjo, Jember dan Banyuwangi.
“Padepokan ini awalnya sebagai tombo stres. Namun, karena ketenangannya, maka sering kita gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,” tuturnya.
Di tiap-tiap bagian pintu gerbang padepokan, termasuk pintu lorong yang menuju masjid bawah tanah, kerap ditemui tulisan bercorak huruf Jawa dan huruf Islam. Menurut Imam, hal itu dimaksudkan untuk menyatukan dua budaya yang berbeda. Yaitu perpaduan antara Islam dengan Budaya Jawa. “Tulisan Arab menggambarkan bahwa agama yang kita yakini adalah agama Islam. Sedangkan tulisan Jawa menggambarkan bahwa sejak lahir kita berpijak di tanah jawa,” ungkapnya. (ris)